Posted by : Unknown Minggu, 08 April 2018



Prinsip-prinsip Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu keadaan, gejala, atau kegiatan-kegiatan tertentu dengan menggunakan landasan-landasan tertentu sebagaimana telah disampaikan diatas. Karena itu, kegiatan evaluasi harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang terdiri atas :
1)     Kegiatan evaluasi harus merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan perencanaan program, artinya tujuan evaluasi harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah dinyatakan dalam perencanaan programnya. Sebab tujuan evaluasi adalah untuk melihat sampai seberapa jauh tujuan program telah dapat dicapai, dan seberapa jauh telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan program dibanding dengan perencanaannya;
2)     Setiap evaluasi harus memenuhi persyaratan:
a)     Obyektif, artinya selalu berdasarkan pada fakta;
b)     Menggunakan pedoman tertentu yang telah dibakukan;
c)     Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat dan teliti;
d)     Menggunakan alat ukur yang tepat (valid, sahih) dan dapat dipercaya (teliti, reliable).
3)     Setiap evaluasi harus menggunakan alat ukur yang berbeda untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula, perumusan daftar pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan harus dibedakan dengan yang digunakan untuk mengetahui sikap, dan pengukuran keretampilan tidak cukup dengan menggunakan daftar pertanyaan saja.
4)     Evaluasi harus dinyatakan dalam bentuk:
a)     Data kuantitatif, agar dengan jelas dapat diketahui tingkat pencapaian tujuan dan tingkat penyimpangan pelaksanaannya;
b)     Uraian kualitatif, agar dapat diketahui faktor-faktor: penentu keberhasilan, penyebab kegagalan dan faktor penunjang serta penghambat keberhasilan tujuan program  yang direncanakan.
5)     Evaluasi harus efektif dan efesien, artinya :
a)     Evaluasi harus menghasilkan temuan-temuan yang dapat dipakai untuk meningkatkan efektivitasnya (tercapainya tujuan) program;
b)     Evaluasi harus mempertimbangkan ketersediaan sumber dayanya sehingga tidak terjebak pada kegiatan-kegiatan yang terlalu rinci, tetapi tidak banyak manfaatnya bagi tercapainya tujuan, melainkan harus dipusatkan kepada kegiatan-kegiatan yang strategis (memiliki dampak yang luas dan besar bagi tercapainya tujuan program).

2.     Hubungan antara Evaluasi dengan Pembelajaran
Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi, atau hubungan erat tiga komponen, yaitu antaranya :
a.      Tujuan pembelajaran,
b.     Kegiatan pembelajaran atau KBM, dan
c.      Evaluasi.
Tringulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut.
                                                        Tujuan
                                                           
                                                           
                                     KBM                                      Evaluasi
Penjelasan dari bagan tringulasi diatas adalah :
a.     Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahan KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga menggarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.
b.     Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.
c.      Hubungan antara KBM dengan evaluasi
Seperti yang sudah disebutkan dalam nomer (1), KBM dirancang dan disusun sengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula nomer (2) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitik beratkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan sisa, bukannya aspek pengetahuan.
Kecenderungan yang terdapat dalam praktek sekarang ini adalah bahwa evaluasi hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis, menekankan aspek sepengetahuan saja. Hal ini yang berkaitan dengan aspek-aspek lain, kurang mendapatkan perhatian dalam evaluasi.
Secara garis besar, maka evaluasi yang digunakan  dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu tes dan bukan tes (nontes).
Selanjutnya tes dan notes ini juga disebut sebagai teknik evaluasi. Berhubung luasnya penjelasan yang menyangkut soal tes. Dan akan diikuti oleh penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam tentang tes itu sendiri, maka disini akan diterangkan masalah nontes terlebih dahulu.
3.     Prinsip Umum Evaluasi
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka kegiatan evaluasi harus bertitik tolak dari prinsip-prinsip umum sebagai berikut:
1.     Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu. Oleh sebab itu, evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan  peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dilihat dari dimensi produk saja, tetapi juga dimensi proses bahkan dari dimensi input.
2.     Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek evaluasi yang lain.

3.     Adil dan Objektif
Dalam melakukan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Kata “adil” dan “objektif” memang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Meskipun demikian, kewajiban manusia adalah harus berikhtiar. Semua peserta didik harus diberlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Guru juga hendaknya bertindak secara objektif, apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Oleh sebab itu, sikap like and dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka yang bersifat negatif  harus dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas keyakinan (data dan fakta) yang sebernanya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
4.     Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihk-pihak tersebut merasa dihargai.

5.     Praktis
Mengandung arti mudah digunakan,baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut. untuk itu harus diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.
Dalam konteks penilaian hasil belajar, depdiknas (2003) mengemukakan prinsip – prinsip umum penilaian adalah mengukur hasil – hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan kompetensi serta tujuan pembelajaran, mengukur sampel tingkah laku yang representatis dari hasil belajar dan bahan – bahan yang tercangkup dalam pengajaran mencangkup jenis – jenis instrumen penilaian yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan,direncanakan sedemikian rupaagar hasilnya sesuai dengan yang digunakan secara khusus, dibuat dengan reliabilitas yang sebesar – besarnya dan harus di tafsirkan secara hati – hati , dan dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.
Disamping itu, guru harus memperhatikan pula hal –hal teknis antara lain :
1)     penilaian hendaknya dirancang sedemikian rupa, sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi yang akan dinilai, alat penilaian dan interpretasi hasil penilaian.
2)     Penilaian harus menjadi bagian integra dalam proses pembelajaran,
3)     untuk memperoleh hasil yang objektif penilaian harus menggunakan berbagai alat (instrumen), baik yang berbentuk tes maupun nontes
4)     pemilihan alat penilaian harus sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan,
5)     alat penilaian harus mendorong kemampuan penalaran dan kreatifitas peserta didik, seperti : tes tertulis esai, tes kinerja, hasil karya peserta didik,  proyek, dan portofolio
6)     objek penilaian harus mencangkup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
7)     penilaian harus mengacu kepada prinsip diferensiasi yaitu memberikan peluang kepada peserta didik untuk menunjukan apa yang diketahui, apa yang dipahami dan apa yang dapat dilakukan,
8)     penilaian tidak bersifat diskriminatif. Artinya guru harus berlaku adil dan bersikap jujur kepada semua peserta didik, serta bertanggung jawab kepada semua pihak.
9)     penialain harus diikuti dengan tindak lanjut (Follow up) dan
10) penilaian harus berorientasi pada kecakapan hidup dan bersifat mendidik.
Kegiatan penilaian (evaluasi), merupakan bagian tak terpisahkan dari aktivitas pengajaran secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya, guru sebagai pelaksana pengajaran di kelas perlu memiliki kemampuan yang memadai tentang hal-hal yang berkaitan dengan penilaian. Dalam hubungannya dengan kegiatan pengajaran, Norman E. Gronlund (dalam Ngalim Purwanto, 2003:3), merumuskan pengertian bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.
Kurikulum, proses pembelajaran, dan evaluasi merupakan tiga komponen penting dalam proses pembelajaran. Ketiga komponen tersebut saling terkait antar satu dengan yang lainnya. Kurikulum merupakan jabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi landasan program pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Sementara itu, kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengukur dan menilai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian juga digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan, dan perbaikan proses pembelajaran uang telah dilakukan. Oleh sebab itu kurikulum yang baik dan proses pembelajaran yang benar perlu ada system penilaian yang baik, terencana, dan berkesinambungan.
Dalam pembelajaran bahasa, kompetensi yang dinilai meliputi keterampilan membaca, mendengarkan, berbicara, dan menulis. Kira-kira dua-tiga decade yang lalu, atau mungkin bahkan hingga kini, masih banyak yang berpendapat bahwa “siapa yang menguasai materi, dengan sendirinya bisa mengajarkannya; dan (implicit di dalamnya) siapa yang bisa mengajar, dengan sendirinya dapat pula melakukan penilaian”. Akan tetapi, dengan berkembangnya teknologi pendidian termasuk di dalamnya teknologi pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa, dalil tersebut sudah mulai luntur. Kini banyak orang khususnya para guru atau pengajar mulai menyadari bahwa masalah pengukuran dan penilaian prestasi belajar siswa bukanlah pekerjaan yang mudah, yang dapat dilakukan intuitif atau secara trial and error saja.
Untuk dapat melakukan pengukuran dan penilaian secara efektif diperlukan latihan dan penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses belajar mengajar sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidkan sebagai suatu system sehubungan dengan itu, dalam uraian berikut akan dibicarakan beberapa prisip penilaian dari berbagai sumber yang perlu diperhatikan sabagai dasar dalam pelaksanaan penilaian.
4.     Prinsip-prinsip Evaluasi menurut para ahli
a.     Prinsip-prinsip Evaluasi menurut Ngalim Purwanto
Ngalim Purwanto (2000:72-75) merumuskan enam prinsip penialian, yaitu:
1.     Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif. Ini berarti bahwa pengukuran didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banya, baik macamnya maupun jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambung dan penggunaan bermacam-macam teknik pengukuran. Dngan macam dan jumlah ujian yang lebih banyak, prestasi siswa dapat diungkapkan secara lebih mantap meskipun harus pula dicatat bahwa banyaknya macam dan jumlah ujian harus dibarengi dengan kualitas soaol-soalnya, yang sesuai dengan fungsinya sebagai alat ukur.
2.     Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading). Penskoran berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi ini dalam hubungannya dengan“kedudukan” personal siswa dan yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik-buruk, bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus. Dalam penskoran, perhatian terutama ditujukan kepada kecermatan dan kemantapan (accuracy dan reliability); sedangkan dalam penilaian, perhatian terutama ditujukan kepada validitas dan keguanaan (utility).
3.     Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang norm-referenced dan yang criterion-referenced. Norm-referenced evaluation adalah penilaian yang diorientasikan kepada suatu kolompok tertentu; jadi hasil evaluasi perseoranagn siswa dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Prestasi kelompoknya itulah yang dijadikan patokan atau norm dalam menilai siswa atau mahasiswa secara perseorangan. Penilaian norm-referenced evaluation ialah penilaian yang diorientasikan kepada suatu standar absolut, tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Misalnya, penilaian prestasi siswa atau mahasiswa didasarkan atas suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional dan suatu mata pelajaran atau bagian dari mata pelajran yang diharapkan dikuasai oleh siswa setelah melalui sejumlah pengalaman belajar tertentu.
4.     Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Ini berarti bahwa tujuan penilaian, di samping untuk mengetahui status siswa dan menaksir kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan sebagai feedback (umpan balik), baik kepada siswa sendiri maupun bagi guru atau pengajar. Berdasarkan hasil tes, pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa tertentu sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang diperbuatnya dan atau memberi reinforcement bagi yang prestasinya baik.
Bagi guru atau pengajar meskipun umumnya jarang dilakukan seharusnya hasil penilaian para siswanya itu dipergunakan untuk “mawas diri” sehingga ia dapat mengetahui di mana letak kelemahan dan kekurangannya. Mungkin metode mengajar kurang tepat, atau bahan pelajaran terlalu sukar dan tidak sistematis cara penyajiannya, atau sikap pengajar yang tidak selalu menburu-buru setiap tugas yang telah diberikan. Ini semua akan dapat dilakukan dengan baik jika guru atau pengajar benar-benar ikhlas dan beriktikad baik untuk meningkatkan profesinya. Ia menyadari bahwa kegagalan siswa, setidak-tidaknya menyadari bahwa kegiatan belajar-mengajar itu pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi dua arah, bahwa di dalam proses belajar-mengajar, baik siswa maupun pengajar sama-sama belajar.
5.     Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya setelah tahap pengukuran yang menghasilkan angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus dilakukan secara adil, jangan sampai terjadi penganakemasan atau penganaktirian. Penilaian yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada siswa dan mahasiswa, dan selanjutnya dapat merusak perkembangan psikis siswa sehingga pembentukan efektif dirusak karenanya.
6.     Sistem penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan pengajar sendiri. Sumber ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya sistem penilaian itu sendiri bagi  para guru atau pengajar. Apa yang dinilai serta macam skala penilaian yang dipergunakan dan makna masing-masing skala.
b.     Prinsip-prinsip Evaluasi menurut Rubiyanto, Rubini, dan Sri Hartini
Menurut Rubiyanto (2005:12) evaluasi memiliki beberapa prinsip, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.     Prinsip totalitas, keseluruhan, atau komprehensif
Evaluasi hasil belajar harus dilakukan untuk menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku peserta didik secara menyeluruh. Artinya, evaluasi mempu mengungkapkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2.     Prinsip kesinambungan
Evaluasi yang baik dilakukan secara teratur, berkesinambungan dari waktu ke waktu, terencana dan terjadwal. Evaluasi yang demikian akan menggambarkan perkembangan peserta didik dari waktu ke waktu.
3.     Prinsip Oblejtivitas
Evaluasi yang baik harus terlepas dari kepentingan subyek. Hasil evaluasi tersebut harus menggambarkan kondisi peserta didik secara obyektif.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

evaluasi pembelajaran

PRINSIP EVALUASI

Prinsip-prinsip Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu keadaan, gejala, atau kegiatan-kegiatan tertentu dengan ...

- Copyright © nonformal education - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -