Posted by : Unknown Minggu, 08 April 2018



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Masalah Tes
1.     Pengertian
Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dari bahasa Prancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada juga yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.
Seorang ahli bernama James Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang berjudul Mental and Test Measurement. Selanjutnya di Amerika Serikat tes ini berkembang dengan cepat sehingga dalam tempo yang tidak begitu lama masyarakat mulai menggunakannya.
Banyak ahli yang mulai mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adala sebuah tes intelegensi yang disusun oleh seorang Prancis bernama Binet, yang kemudian dibantu penyempurnaannya oleh Simon, sehingga tes tersebut dikenal sebagai tes Binet Simon (tahun 1904). Dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk membeda-bedakan anak menurut intelegansinya. Dari pekerjaan Binet dan Simon inilah kemudian kita kenal istilah-istilah: umur kecerdasan (mental age), umur kalender (chronological age), dan indeks kecerdasan. Intelegensi atau Intelligence Quotient (IQ).
Sebagai pengembangannya, Yerkes di Amerika Serikat menyusun tes kelompok yang digunakan untuk menyeleksi calon militer sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat karena diperlukan pada waktu Perang Dunia I. tes ini dikenal dengan nama Army Alpha dan Army Betha.
Didorong oleh munculnya statistik dalam penganalisisan data dan informasi, maka akhirnya tes ini digunakan dalam berbagai bidang seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes ingatan, tes minat, tes sikap, dan sebagainya. Yang terkenal penggunaannyadisekolah hanyalah tes prestasi belajar.
Sebelum sampai kepada uaraian yang lebih jauh, maka akan diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah-istilah yang berhubungan dengan tes ini.
a.      Tes
(Sebelum ada ejaan yang disempurnakan dalam bahasa Indonesia ditulis dengan test). Merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberi jawaban misalnya: melingkari salah satu huruf didepan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya.
b.     Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.
c.      Testee
(Dalam istilah Indonesia tercoba) adalah responden yang sedang mengerjakan tes.
Orang-orang inilah yang akan dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan, minat bakat, pencapaian, dan sebagainya.
d.     Tester
(Dalam istilah Indonesia pencoba) adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan kata lain, tester adalah subjek evaluasi (tetapi adakalanya hanya orang yang ditunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya).
Tugas tester antara lain:
·       Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan
·       Membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakannya
·       Menerangkan cara mengerjakan tes
·       Mengawasi responden mengerjakan tes
·       Memberikan tanda-tanda waktu
·       Mengumpulkan pekerjaan responden
·       Mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan (jika ada)
2.     Persyaratan Tes
Persyaratan
Pada bagian permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi meja dengan menggunakan karet elastis yang diulur-ulur, sama halnya dengan tidak mengukur. Hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. Akan tetapi apabila keadaannya memang terpaksa, yakni apabila kita harus melakukan pengukuran padahal yang ada di situ hanyalah sehelai tali karet elastis, maka kita dapat menggunakan tali itu asal menggunakannya mengikuti aturan tertentu, yakni tidak boleh ditarik-tarik.
Apabila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluasi atau tes, maka dapat disajikan dalam situasi berikut:
·       Seorang guru yang belum berpengalaman menyusun tes, mengadakan tes Bahasa Indonesia. Kepada siswa diberikan sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa menangkap isi bacaan tersebut, tetapi hanya meliputi bagian awal dari bacaan saja. Di samping itu, siswa diminta untuk mengambil beberapa kata sukar dari bacaan itu dan menerangkan artinya. Pada waktu tes berlangsung, guru menungguinya dengan teliti dan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama. Tes berjalan dengan tertib.

B.    Tes Karakteristik Evaluasi Pembelajaran
Secara sederhana, Zainal Arifin (2011 : 69) mengemukakan karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah “valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional”.
1.     Kevalidan
Valid artinya suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika betul-betul mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Misalnya, alat ukur matapelajaran Ilmu Fiqih, maka alat ukur tersebut harus betul-betul dan hanya mengukur kemampuan peserta didik dalam mempelajari Ilmu Fiqih, tidak boleh dicampuradukkan dengan materi pelajaran yang lain.
Validitas suatu alat ukur dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain validitas ramalan (predictive validity), validitas bandingan (concurent validity), dan validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan lain-lain.
2.     Realible
Reliabel artinya suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel atau handal jika ia mempunyai hasil yang taat asas (consistent). Misalnya, suatu alat ukur diberikan kepada sekelompok peserta didik saat ini, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok peserta didik yang sama pada saat yang akan datang, dan ternyata hasilnya sama atau mendekati sama, maka dapat dikatakan alat ukur tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi.
3.     Relevan
Relevan artinya alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang telah ditetapkan. Alat ukur juga harus sesuai dengan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jangan sampai ingin mengukur domain kognitif menggunakan alat ukur non-tes. Hal ini tentu tidak relevan.
4.     Representatif
Representatif artinya materi alat ukur harus betul-betul mewakili dari seluruh materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilakukan bila guru menggunakan silabus sebagai acuan pemilihan materi tes. Guru juga harus memperhatikan proses seleksi materi, mana materi yang bersifat aplikatif dan mana yang tidak, mana yang penting dan mana yang tidak.
5.     Praktis
Praktis artinya mudah digunakan. Jika alat ukur itu sudah memenuhi syarat tetapi sukar digunakan, berarti tidak praktis. Kepraktisan ini bukan hanya dilihat dari pembuat alat ukur (guru), tetapi juga bagi orang lain yang ingin menggunakan alat ukur tersebut.
6.     Deskriminatif
Deskriminatif artinya adalah alat ukur itu harus disusun sedemikian rupa, sehingga dapat menunjukkan perbedaan-perbedaan yang sekecil apapun. Semakin baik suatu alat ukur, maka semakin mampu alat ukur tersebut menunjukkan perbedaan secara teliti. Untuk mengetahui apakah suatu alat ukur cukup deskriminatif atau tidak, biasanya didasarkan atas uji daya pembeda alat ukur tersebut.
7.     Spesifik
Spesifik artinya suatu alat ukur disusun dan digunakan khusus untuk objek yang diukur. Jika alat ukur tersebut menggunakan tes, maka jawaban tes jangan menimbulkan ambivalensi atau spekulasi.
8.     Proporsional
Proporsional artinya suatu alat ukur harus memiliki tingkat kesulitan yang proporsional antara sulit, sedang dan mudah. Begitu juga ketika menentukan jenis alat ukur, baik tes maupun non-tes.

C.    Persyaratan Evaluasi Pembelajaran
1.     Syarat evaluasi
Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi belajar siswa adalah menyusun alat evaluasi(test instrument) yang sesuai dengan kebutuhan, dalam artian tidak menyimpang dari indicator dan jenis prestasi yang diharapkan.
Persyaratan pokok penyusunan alat evaluasi yang baik dalam perspektif psikologi belajar (The Psychology of learning) meliputi dua macam, yakni: Reliabilitas dan Validitas (Cross, 1974; Barlow, 1985; Butler, 1990).
a)     Reliabilitas
Secara sederhana, reliabilitas (reliability) berarti hal tahan uji atau dapat dipercaya.Sebuah alat evaluasi dipandang reliable atau tahan uji apabila memiliki konsistensi atau keajegan hasil.
b)     Validitas
Validitas berarti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat evaluasi dipandang valid atau abash apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses pendidikan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:194-198) terurai sebagai berikut :
a)     Kesahihan
Kesahihan menggantikan kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya di evaluasi. untuk memperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan insturmen yang memiliki/memenuhi syarat-syarat kesahihan suatu instrumental evaluasi. Kesahihan instrument evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan hasil pengalaman.
b)     Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat kepercayaan bahwa suatu instrument evaluasi mampu memberikan hasil yang tepat. Gronlund dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:196) mengemukakan bahwa, “keterandalan menunjukkan kepada konsistensi (keajegan) pengukuran yakni bagaimana keajegan skor tes atau hasil evaluasi lain yang berasal dari pengukuran yang satu ke pengukuran yang lain”. Dengan kata lain, keterandalan dapat kita artikan sebagai tingakat kepercayaan keajegan hasil evaluasi yang diperoleh dari suatu instrument evaluasi.
c)     Kepraktisan
Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada pada instrument evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan, menginterpretasi/ memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpanya.
Sementara menurut Arikunto dan Jabar (2010:8-9) evaluasi memiliki ciri-ciri dan persyaratan sebagai berikut :
a)     Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya.
b)     Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang kinerja dari objek yang dievaluasi.
c)     Agar dapat mengetahui secar rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program.
d)     Menggunakan standar, Kiteria, atau tolak ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan.
e)     Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan.
f)      Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai pada indikator dari program evaluasi.
g)     Standar, kriteria, atau tolak ukur diterapkan pada indicator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan.
h)     Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Secara sederhana, Zainal Arifin (2011 : 69) mengemukakan karakteristik instrumen evaluasi yang baik adalah “valid, reliabel, relevan, representatif, praktis, deskriminatif, spesifik dan proporsional”.
Melalui tes yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik tes yang baik itu harus memenuhi syarat syarat evaluasi yang baik agar hasil evaluasi dapat dinyatakan relevan.

B.    Saran
Sebagai salah seorang calon sarjana PLS, maka kita perlu memperbaiki sistem pembelajaran di ruang lingkup pendidikan. Termasuk kepada pemilihan jenis tes dalam mengevaluasi hasil belajar warga belajar. Hal ini penting agar evaluasi yang dilakukan dapat bersifat relevan dengan tujuan pembelajaran.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

evaluasi pembelajaran

PRINSIP EVALUASI

Prinsip-prinsip Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu keadaan, gejala, atau kegiatan-kegiatan tertentu dengan ...

- Copyright © nonformal education - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -