Posted by : Unknown
Minggu, 08 April 2018
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tes
Tes adalah alat untuk memperoleh data
tentang perilaku individu ( Allen dan Yen, 1979:1). Karena itu, didlam tes
terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus
dikerjakan, yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu (
sampel perilaku ) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes
tersebut ( anastari, 1982:22 ).
Dengan demikian ada tiga hal yang
penting dalam pengertian tes, pertama adalah sebutan pengukuaran. Pemberian tes
(testing adalah bagian dari kegiatan pengukuran (measurement). Kedua tes adalah
alat untuk mengukur sampel pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki seseorang.
oleh karena itu, pemberian tes sebenarnya terbatas dari segi waktu
pelaksanannya; pengetahuan dan kemampuan yang di ukur bersifat luas hampir
tanpa batas, sedangkan gambaran pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh
melalui tes merupakan sampel dari semua pengetahuan dan kemampuan yang mungkin
dimiliki oleh pembelajar. Ketiga, tes adalah penafsiran angka yang diperoleh
untuk menentukan cukup baik atau tidaknya seseorang pembalajar dalam mencapai
suatu tujuan.
B. Mengembangkan tes pada kawasan (
kognitif, afektif, dan psikomotor )
1.
Mengembangkan
Tes pada Domain Kognitif
Pada
dasarnya akan sangat mudah mengembangkan tes
untuk mengukur indikator pencapaian hasil belajar pencapaian
kawasan (domain) kognitif, hampir semua jenis tes dengan berbagai
bentuk soal dapat digunakan untuk mengukur kawasan ini seperti
misalnya :
a. Tes
Lisan
Pertanyaan
secara lisan masih sering digunakan untuk mengukur daya serap peserta
didik pada kawasan kognitif. Yang perlu Anda
ingat tes lisan harus disampaikan dengan jelas, dan semua
peserta didik harus diberi kesempatan yang sama. Beberapa
prinsip yang harus dipedomani adalah
memberi waktu untuk berpikir, baru menunjuk peserta untuk menjawab
pertanyaan. Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas cenderung rendah,
seperti pengetahuan dan pemahaman. Jawaban salah satu siswa harus dikembalikan
ke forum kelas untuk ditanggapi siswa yang lain.
b. Tes
Pilihan Ganda
Ketika
Anda mengembangkan tes pilihan ganda hendaknya memperhatikan
sepuluh pedoman penulisannya yaitu:
1) soal
harus jelas,
2) isi
pilihan jawaban homogen dalam arti isi,
3) panjang
kalimat pilihan jawaban relatif sama,
4) tidak
ada petunjuk jawaban benar,
5) hindari
mengggunakan pilihan jawaban “semua benar “ atau “semua salah”,
6) pilihan
jawaban angka diurutkan,
7) pilihan
jawaban logis dan tidak menggunakan negatif ganda,
8) kalimat
yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes,
9) menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan baku, dan
10)
letak pilihan jawaban benar ditentukan
secara acak.
c. Bentuk
Tes uraian Obyektif
Bentuk
ini tepat digunakan untuk bidang Matematika dan IPA, karena kunci jawabannya
hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur atau langkahlangkah
tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif disini dalam arti apabila
diperiksa oleh beberapa guru dalam bidang studi tersebut hasil penskorannya
akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini di antaranya adalah: hitunglah,
tafsirkan, buat kesimpulan dsbnya.
Tes
ini menuntut siswa menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan dan
ide-idenya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Keunggulan bentuk tes ini
dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai
dari hapalan sampai dengan evaluasi.
d. Bentuk
Tes jawaban Singkat
Tes
ini mengharuskan siswa menuliskan jawaban singkatnya sesuai dengan petunjuk.
Ada tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis melengkapi atau
isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi. Ketika Anda menyusun tes bentuk
ini perhatikan keharusannya yaitu; soal mengacu pada indikator, rumusan kalimat
soal harus komunikatif, dan tidak menimbulkan interpretasi ganda.
2.
Mengembangkan
Tes pada Domain Afektif
Pengembangan
tes pada domain afektif ini, untuk beberapa fokus sikap diantaranya adalah :
a. Sikap
terhadap mata pelajaran
Tes
sikap terhadap mata pelajaran dapat
diberikan pada awal atau akhir program agar
siswa memiliki sikap yang lebih baik pada suatu mata pelajaran. Perlu
dilakukan tindakan bila sebagian besar siswa bersikap negatif pada
mata pelajaran tertentu.
b. Sikap
positif terhadap belajar
Siswa
diharapkan memiliki sikap yang baik
terhadap belajar. Siswa yang memiliki sikap positif terhadap
belajar cenderung menjadi pembelajar pada masa depan.
c. Sikap
terhadap diri sendiri
Meskipun
harga diri siswa dipengaruhi oleh keluarga dan kejadian di luar sekolah,
hal-hal yang terjadi di kelas diharapkan dapat meningkatkan harga diri siswa.
d. Sikap
positif terhadap perbedaan
Siswa
perlu mengembangkan sikap yang lebih toleran dan menerima perbedaan seperti
etnik, jender, kebangsaan dan keagamaan.
e. Sikap
terhadap permasalahan faktual yang ada di sekitarnya
Penilaian
afektif juga dapat melihat fokus nilai semacam kejujuran, integritas, keadilan,
dan nilai kebebasan. Fokus penilaian afektif dapat dikenakan terhadap permasalahan-permasalahan
aktual di sekitar siswa.
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan
beberapa cara atau teknik antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung,
dan laporan pribadi. Hasil observasi perilaku dapat dijadikan sebagai umpan
balik dalam pembinaan. Perilaku adalah kecenderungan seseorang dalam sesuatu
hal.
Pada tes ini biasanya digunakan
dengan memanfaatkan skala likert. Langkah-langkah dalam
menyusun skala likert antara lain adalah:
1) Memilih
variabel afektif yang akan diukur;
2) Membuat
beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang
dimaksudkan;
3) Mengklasifikasikan
pernyataan positif atau negatif;
4) Menentukan
jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan;
5) Menyusun
pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian;
6) Melakukan
ujicoba;
7) Membuang
butir-butir pernyataan yang kurang baik; dan
8) Melaksanakan
penilaian.
3.
Mengembangkan
Tes pada Domain Psikomotor
Pada
umumnya pelajaran yang termasuk kelompok psikomotor adalah mata pelajaran
yang indikator keberhasilan yang lebih
beorientasi pada gerakan dan menekankan pada
reaksi-reaksi fisik atau keterampilan tangan.
Hasil belajar psikomotor dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
a. specific
responding, siswa baru mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, yang dapat
didengar, dilihat, atau diraba, misalnya memegang raket, memegang bed untuk
tenis meja dsb. dan
b. motor
chaining, siswa sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan
dasar menjadi satu keterampilan gabungan,
misal memukul bola, menggergaji, menggunakan
jangka sorong. Pada tingkat rule using
siswa sudah dapat menggunakan hukum-hukum dan atau
pengalaman-pengalaman untuk melakukan keterampilan yang komplek, misal
bagaimana memukul bola yang tepat agar dengan
tenaga yang sama namun hasilnya lebih keras.
Gagne
(1977) berpendapat bahwa ada 2 kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar
keterampilan yaitu kondisi internal dan eksternal.
1) Untuk
kondisi internal dapat dilakukan dengan cara, yakni :
a) mengingatkan
kembali sub-sub keterampilan yang sudah dipelajari dan
b) mengingatkan
prosedur-prosedur atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasainya.
2) Untuk
kondisi eksternal dapat dilakukan dengan:
a) instruksi
verbal,
b) gambar,
c) demonstrasi,
d) praktik,
dan
e) umpan
balik.
Soal untuk ranah psikomotor juga harus
mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi dasar.
Setiap butir standar kompetensi dijabarkan menjadi 3 sampai dengan 6 butir
kompetensi dasar. Selanjutnya setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan
menjadi 3 sampai dengan 6 indikator dan setiap indikator harus dapat dibuat
lebih dari satu butir soal. Namun, ada kalanya satu butir soal ranah psikomotor
terdiri dari beberapa indikator.
Instrumen psikomotor ini terdiri dari
dua macam, yaitu :
1) Menyusun
Soal
Menyusun
soal dapat diawali dengan mencermati
kisi-kisi instrumen psikomotor yang telah dibuat.
Soal harus dijabarkan dari indikator dengan
memperhatikan materi pokok dan pengalaman belajar. Namun adakalanya soal ranah
psikomotor untuk ujian blok yang biasanya sudah mencapai
tingkat psikomotor manipulasi, mencakup beberapa indikator.
2) Menyusun
Lembar Observasi dan Lembar Penilaian
Lembar
observasi dan lembar penilaian harus mengacu pada soal. Soal atau lembar tugas
atau perintah kerja inilah yang selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek
keterampilan.
C. Bentuk-bentuk Penyusunan Tes
1. Penyusunan Tes Tertulis
Sebagai alat
pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari
segi bentuk soal-soal, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes belajar
bentuk uraian (tes subjektif), dan tes hasil belajar bentuk obyektif.
a.
Tes uraian
Pada
umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes
kemampuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian
kata-kata. Ciri-ciri pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti uraikan,
jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Soal-soal
bentuk esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah dalam
waktu kira-kira 90-120 menit. Soal-soal bentuk esai menuntut kemampuan siswa
untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan
pengertian-pengertian yang telah dimiliki. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa
tes esai menuntut siswa untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan
terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi.
Petunjuk penyusunan tes uraian
adalah :
1)
Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok
dari bahan yang diteskan, dan kalau mungkin disusun soal yang sifatnya
komprehensif.
2)
Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang
disalin langsung dari buku atau catatan.
3)
Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi
dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
4)
Hendaknya diusahakan agar pertanyaan bervariasi antara
“jelaskan”, “mengapa”, “bagaimana”, “seberapa jauh”, agar dapat diketahui lebih
jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
5)
Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah dipahami oleh siswa.
6)
Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang
dikehendaki oleh penyusun tes.
b. Tes
objektif
1)
Tes benar-salah (true-false)
Tes obyektif
bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif dimana butir-butir soal
yang diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan, pernyataan ada
yang benar dan ada yang salah.
Petunjuk penyusunan tes benar-salah adalah:
a)
Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item
dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
b)
Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B
sama dengan butir soal yang harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola
jawaban tidak bersifat teratur misalnya B-S-B-S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
c)
Hindari item
yang masih bisa diperdebatkan.
Contoh:
B-S Kekayaan lebih penting dari pada kepandaian.
d)
Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan
buku.
e)
Hindarilah kata-kata yang menunjukan kecenderungan
memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya:
semuanya, tidak selalu, tidak pernah dan sebagainya.
2)
Tes pilihan ganda (multiple choice test)
Multiple choice test terdiri
atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum
lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memllilih satu dari beberapa kemungkinan
jawaban yang telah disediakan.
Pada dasarnya, soal bentuk pilihan ganda ini adalah
soal bentuk benar salah juga, tetapi dalam bentuk jamak. Testee diminta
membenarkan atau menyalahkan setiap item dengan tiap pilihan jawab. Kemungkinan
jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat buah, tetapi adakalanya dapat
juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah dengan komputer banyaknya option
diusahakan 4 buah).
3)
Menjodohkan (Matching test)
Matching test dapat
diganti dapat diganti dengan istilah mempertandingan, mencocokkan, memasangkan,
atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan
dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai tercantum dalam seri
jawaban.
Petunjuk-petunjuk yang perlu diperhatikan dalam
menyusun tes bentuk matching ialah:
a.
Seri pertanyaan-pertanyaan dalam Matching testhendaknya
tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak
itu akan membingungkan murid. Juga kemungkinan akan mengurangi homogenitas
antara item-item itu.
b.
Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak
dari pada jumlah soalnya (kurang lebih 1 ½ kali). Dengan demikian murid
dihadapkan kepada banyak pilihan, yang semuanya mempunyai kemungkinan benarnya,
sehingga murid terpaksa lebih menggunakan pikirannya.
c.
Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching
test harus merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
1)
Tes isian (complection test)
Complection test biasa
kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes
melengkapi. complection test terdiri atas kalimat-kalimat yang
ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang diisi
oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.
Saran-saran dalam menyusun tes bentuk isian ini adalah
sebagai berikut:
a)
Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat
merencenakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
b)
Jangan mengutip kalimat/pertanyaan yang tertera pada
buku/catatan.
c)
Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama panjang.
d)
Diusahakan hendaknya setiap pertanyaan jangan
mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
e)
Jangan mulai dengan tempat kosong.
2. Penyusunan Tes Lisan
Tes lisan digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar
berupa kemampuan untuk mengemukakan pendapat-pendapat atau gagasan-gagasan
secara lisan.
Berberapa petunjuk berikut ini dapat dipergunakan
dalam tes lisan
a.
Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester
sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada
teste dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki
validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun kontruksinya.
b.
Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan
kepada tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar
jawaban betulnya.
c.
Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil
tes lisan setelah seluruh teste menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes
lisan harus dapat ditentukan disaat masing-masing teste selesai dites. Hal ini
dimaksudkan agar pemberian skor atau nilai hasil tes lisan yang diberikan
kepasa teste itu tidak dipengaruhi oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang
lain.
d.
Tes belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya
jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
e.
Dalam rangka menegakkan prinsip objektivitas dan
prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester
hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angin segar” atau “memancing-mancing”
dengan kata-kata arau kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong
testee karena menguji pada hakikatnya adalah mengukur bukan membimbing testee.
3. Penyusunan tes tindakan
Tes tindakan dimaksudkan untuk mengukur keterampilan
siswa dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam tes tindakan persoalan disajikan
dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh testi.
Tes tindakan pada unumnya digunakan untuk mengukur
taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana
penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang
dicapai oleh testee tersebut.
D. Tahap-Tahap Penyusunan Tes
Ada
enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes yang
baik,yaitu:
1. Pengembangan
spesifikasi tes
Spesifikasi
tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri
yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan.
2. Penulisan
soal
3. Penelaahan
soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati apakah
butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran
yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
4. Pengujian
butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang
dibuat akan dibakukan.
5. Penganalisisan
hasil uji coba.
6. Pengadministrasian
soal
E. Langkah-langkah Dalam Penyusunan Tes
Penyusunan tes dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1.
Menentukan tujuan mengadakan tes
2.
Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan
diteskan.
3.
Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap
bagian bahan
4.
Manderetkan semua TIK dalam tabel persiapan yang
memuat ula aspek tingkah laku terkandung dalam TIK itu. Tabel ini digunakan
untuk mengadakan identifikasi terhadap tingkah laku yang dikehendaki, agar
tidak terlewati.
5.
Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi,
aspek berpikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tesebut.
Tabel
spesifikasi yang juga dikenal dengan kisi-kisi adalah sebuah tabel yang
didalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang
dikehendaki oleh penilai, dimana pada tiap petak dari tabel tersebut diisi
dengan angka-angka yang menunjukan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan
dalam tes hasil belajar.
Adapun dari
arah taraf kompetensi, biasanya penilai menggunakan model yang dikembangkan
oleh Bloom (1956). Menurut Benjamin S. Bloom, kompetensi kognitif peserta mulai
dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi adalah
a.
Pengetahuan/ingatan
b.
Pemahaman
c.
Aplikasi atau penerapan
d.
Analisis
e.
Sintesis, dan
f.
Evaluasi.
6.
Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK-TIK
yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.
F. Komponen-komponen Penyusunan Tes
Komponen Atau Kelengkapan Sebuah Tes Terdiri Atas :
1.
Buku Tes
Buku Tes yaitu
Lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang harus dikerjakan oleh
siswa.
2.
Lembar Jawaban Tes
Lembar Jawaban Tes yaitu
Lembaran yang disediakan oleh penilaian bagi testee untuk mengerjakan tes.
3.
Kunci Jawaban Tes
Kunci Jawaban Tes berisi
jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa huruf-huruf
yang dikehendaki atau kata/kalimat. Untuk tes bentuk uraian yang dituliskan
adalah kata-kata kunci ataupun kalimat singkat untuk memberikan ancar-ancar
jawaban.
Ide dari adanya kunci jawaban ini adalah agar
a.
Pemekrisaan tes dapat dilakukan oleh orang lain,
b.
Pemeriksaannya betul,
c.
Dilakukan dengan mudah,
d.
Sesedikit mungkin masuknya unsur subjektif.
4.
Pedoman penilaian
Pedoman penilaian atau pedoman
scoring berisi keterangan perincian tentang skor atau angka yang diberikan
kepada siswa bagi soal-soal yang telah dikerjakan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tes
adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu ( Allen dan Yen,
1979:1). Karena itu, didlam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus
dijawab atau tugas yang harus dikerjakan, yang akan memberikan informasi
mengenai aspek psikologis tertentu ( sampel perilaku ) berdasarkan jawaban yang
diberikan individu yang dikenai tes tersebut ( anastari, 1982:22 ).
Ada tiga hal yang penting dalam
pengertian tes, pertama adalah sebutan pengukuaran. Pemberian tes (testing
adalah bagian dari kegiatan pengukuran (measurement). Kedua tes adalah alat
untuk mengukur sampel pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki seseorang.
Ketiga, tes adalah penafsiran angka yang diperoleh untuk menentukan cukup baik
atau tidaknya sseorang pembalajar dalam mencapai suatu tujuan.
Sebuah tes harus sesuai dengan apa yang
akan diukur sehigga dapat meberikan informasi yang benar. Dengan kata lain
sebuah tes adalah alat yang dipakai untuk mengetahui ketercapaian keadaan yang
diinginkan oleh pengetes, setelah terlebih dahulu meberikan perlakuan yang
benar terhadap objek yang di tes. Tentuya sebuah tes harus dibuat berdasaran
ketentuan-keetentuan atau prinsip tertentu yang sesuai dengen perlakuan yag
diberikan kepada objek, sehingga informasi yang diahasilkan dapat dipercaya. Sebuah
tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi empat faktor yakni: Valid, Reriabel,
praktis, dan objektif.
evaluasi pembelajaran
PRINSIP EVALUASI
Prinsip-prinsip Evaluasi Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu keadaan, gejala, atau kegiatan-kegiatan tertentu dengan ...